Kisah dan riwayat hidup Prof. John Ario Katili, Bapak Geologi Indonesia berdasakan buku Harta Bumi Indonesia.
Lahir : Gorontalo, 9 Juni 1929
Wafat: Jakarta, 19 Juni 2008
Istri : Ileana Syarifa Uno (Gorontalo, 6 Juni 1931)
Anak:
- Amanda Ruthiana Nanurani Katili (Bandung, 12 Februari 1957)
- Werner Abdul Rais Katili (Bandung, 30 Mei 1959)
Pendidikan:
- SD HIS Gorontalo ( Lulus 1943)
- SMP Mulo C Manado (Lulus 1947)
- SMA AMS B Makassar (Lulus 1950)
- S1 Geologi FIPIA UI Bandung 1950-1956
- Geologi Universitas Innsbruck, Austria (1958)
- S3 Geologi ITB (Lulus 1960)
- Guru Besar Ilmu Geologi ITB 1961
Karier
- Dekan Departemen Teknologi Mineral ITB 1961-1965
- Pembantu Rektor ITB 1961-1965
- Penasihan Direksi Pertamina 1961
- Direktur Lembaga Geologi dan Pertambangan Nasional, LIPI 1962-1971
- Deputi Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bidang Ilmu Pengetahuan Alam, LIPI 1969-1974
- Penasihan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional 1970
- Dirjen Pertambangan Umum 1973-1984
- Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral 1984-1989
- Penasihan Ahli Menteri Pertambangan dan Energi dan Menteri Riset dan Teknologi 1989
- Wakil Ketua MPR/DPR 1992-1997
- Duta Besar RI untuk Rusia 1999-2003
Organisasi
- Wakil Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Islam Sedunia (IAS) 2003
- Wakil Presiden Uni Geologi Internasional (IUGS) 1972-1976
- Presiden Pertama Asosiasi Perhimpunan Ahli-Ahli Geologi Asia Tenggara (Geosea Union) 1984
- Anggota Dewan IGCP UNESCO
- Anggota Dewan Pusat Penelitian dan Pendidikan Pengetahuan Bumi Prancis (CIFEG) 1982-1987
- Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Amerika Serikat (NAS)
- Anggota Dewan Internasional Perhimpunan Ilmiah (ISCU)
- Wakil Ketua Dewan Riset Nasional 1987-1992
- Ketua Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) 1991
- Salah satu Pendiri Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Kediaman
- Jl. Jawa No. 14, Bandung (Kos)
- Jl. Kyai Luhur No. 3, Bandung (Kos)
- Jl. Cilaki No. 29A, Bandung
- Jl. Tengku Umar No. 5, Bandug
- Jl. Prapanca Raya No.28/29, Jakarta Selatan
Relasi:
- John adalah keponakan dari Rais Monoarfa, Bupati Gorontalo
- John adalah kakak ipar dari Henk Uno, ayah Sandiaga Salahuddin Uno
- John adalah adik dari Abdul Gani Katili, Atlet Tenis Nasional
Lain-lain:
- Prinsip: For a fighting man there is no journey’s end
- Lagu: Blue Hawaii, Hawaiian Wedding Song
- Hobi: Tenis
Pesan Ibu
Ada satu pesan Ibu yang sealu lekat dalam ingatan John yaitu
Banyak orang yang pandai, tetapi umumnya agak angkuh. Karena itu jika kelak kamu menjadi orang pandai, jangan bertingkah congkak!
Ibu juga sering memberi petuah, terutama saat melihat karier John menanjak. Ditegaskan,
Kebangsawanan itu sama sekali tidak ditentukan oleh pangkat atau kedudukan; nilai kebangsawanan itu ada di sini
Sambil menunjuk dada….
Masa Kecil
Nama John diambil dari John Paul Jones, Komandan Pertama Angkatan Laut Amerika Serikat dan juga John Weissmuller, juara renang gaya bebas 100 meter Olympic Games 1924 di Paris dan 1928 di Amsterdam. Sedangkan ‘Ario’ diharapkan menjadi gagah dan orang besar.
Ayah John, Abdullah Umar Katili adalah seorang surveyor di Kementrian Pekerjaan Umum (PU) yang melakukan survei perencanaan jalan, bendungan atau irigasi. Abdullah gemar membaca, dana-dana (tarian khas Gorontalo) bermain catur, tenis, sepak bola dan menonton ‘film Barat’ di bioskop.
Ibu John, Tjimbau Lamato suka menulis sastra dan mahir berpantun. Tiap malam John menyaksikan ayah dan ibunya membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an.
Masa Pendidikan
Robert Wolter Monginsidi
Ketika John SMA di AMS B Makassar, John tinggal di rumah orangtua Jusuf Katili. Waktu itu Jusuf dan Wolter Monginsidi melawan pasukan Raymond Westerling di Polombangkeng, Sulawesi Selatan. Wolter Monginsidi tertangkap tahun 1948 dan dieksekusi mati setahun kemudian. Wolter gugur diusia 24 tahun. Melalui Jusuflah John mengenal Robert Wolter Monginsidi
Ditolak Mentah-Mentah
John sangat kecewa karena pengajuan beasiswanya untuk memperoleh beasiswa di FIPIA, Universitas Indonesia di Bandung ditolak oleh Mr. Maria Ulfah Santoso ( Waktu itu Sekretaris Perdana Menteri RI). Maria mengatakan, ‘John bukan pejuang dan bukan pula republikein‘ selain itu, “tidak ada beasiswa dan tak ada tempat untuk warga non-Republik Indonesia membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia‘. Padahal John sudah mengantongi surat rekomendasi dari Mr. S.S Palenkahu, Menteri Pendidikan Negara Indonesia Timur.
Penolakan itu dimungkinkan karena berdasarkan Konferensi Meja Bundar 1949 di den Haag. Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas 7 Negara Bagian dan 9 Daerah Otonom
- Negara Republik Indonesia
- Negara Indonesia Timur (Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara)
- Negara Pasundan
- Negara Jawa Timur
- Negara Madura
- Negara Sumatera Timur
- Negara Sumatera Selatan
- 9 Daerah otonom meliputi Riau, Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, Dayak besar, Banjar, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Jawa Tengah.
Dimana John termasuk dalam Negara Indonesia Timur. Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Presiden Mr. Assaat, Negara Indonesia Timur dipimpin oleh Tjokorda Gde Raka Soekawati, sedangkan Ir. Soekarno sebagai Presiden Indonesia Serikat.
Milly Ratulangi
Di kelas Kimia, John duduk bersebelahan dengan Milly Ratulangi, putri Dr. Sam Ratulangi. Suatu saat ketika ujian Milly bertanya ke John, dan John pun memberikan yang dibuthkan Milly. Ketika hasil ujian keluar, John mendapatkan 8 dan Milly 9. Dengan wajah menyesal Milly berkata, “Sori ya , Jooohn…“
Doktor Pertama
John adalah Doktor pertama lulusan ITB. Pada 21 Mei 1960 atas bimbingan Prof. Robert Wayne Decker, Guru Besar Geofisika Dartmouth College dan Prof Charles S. Bacon, Guru Besar Geologi Case Institute of Technology sebagai promotor, John memaparkan disertasinya yang berjudul Geological Investigations on the Lassi Granite Mass Central Sumatera. Selain Senat ITB, hadir juga Gubernur Jawa Barat Letjen Mashudi, Mayjen Prof. drg. Moestopo dan Mayjen Soewarto.
ITB Gagal Dicaplok
John tidak setuju dengan Universitas Padjadjaran yang “mengambil” FIPIA dari ITB. Akhirnya John menghubungi Jenderal Abdul Haris Nasution dan Rektor UI, Prof. dr. Djoened Poesponegoro. Namun upaya John tidak membuahkan hasil, Kemudian John dan Prof. Ir. Goenarso mengirimkan surat ke Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan namun surat tersebut tidak digubris oleh para petinggi di Jakarta.
Akhirnya John berdiskusi dengan Ketua Senat Mahasiswa ITB yang kesulitan menyelesaikan kuliahnya karena dipersulit oleh dosennya dalam satu bidang. John berkata;
” Saya jamin you akan menjadi insiyur dalam waktu 6 bulan, tetapi you harus menghadap Bung Karno dahulu atas nama Dewan Mahasiswa ITB. Bilang sama Bung Karno, ITB mau dicaplok. Karena itu tandaskan kepada Bung Karno agar tidak ada yang boleh mempermasalahkan ITB“
6 bulan sesudahnya mahasiswa tersebut benar-benar menjadi insinyur.
Bersama Illy
Sabtu 24 September 1955 di kediaman Abdul Uno, Ayah Illy Jl. Galuh II No. 18, Kebayoran Baru dilaksanakan akad nikah John dengan Ileana Syarifa Uno (Illy). Illy sebenarnya masih terikat pertalian keluarga dengan John. Ibu Illy, Intan Ruaidah Monoarfa adalah kakak sepupu John. Ayah John, (Abdullah Umar Katili) adalah adik dari Ibunda Intan (Zainab Monoarfa Katili)
Selalu Makan di Rumah
John menyerahkan seluruh gajinya kepada Illy dan selalu masih dalam amplop berikut slip gajinya. Illy tidak pernah bertanya uang itu cukup apa tidak. Nyatanya cukup. Tepatnya, dicukup-cukupkan. Yang jelas Illy tidak satu kali pun pernah mengelih mengenai uang belanja yang kurang.
John indekos bersama Illy dan mertua John, Intan Ruaidah Monoarfa di Jl. Kyai Luhur No. 3 Bandung, setiap pukul 6:30 John berangkat ke ITB jalan kaki sejauh 700 meter. Pukul 13:30 John sudah berada di rumah untuk makan siang, lalu pukul 15:00 John kembali ke kampus dan sudah tiba di rumah lagi pukul 19:00 untuk mandi, sholat dan makan malam. Kemudian John bekerja lagi hingga larut.
Teamwork
Illy tahu John pekerja keras, maka seluruh pekerjaan rumah termasuk urusan anak-anak illy yang mengerjakan. Jika anak-anak sakit dibawanya sendiri ke dokter, mengurusi urusan sekolah Amanda dan Werner. Bahkan sampai Amanda dan Werner besarpun John tidak mempunyai waktu. Semua Illy yang mengurusi, termasuk membangun rumah pribadi, bata demi bata. Peran Illy begitu besar terhadap kehidupan John dan anak-anak.
Sadar perlunya perhatian seorang ayah, setelah Amanda dan Werner SMA kalau ada kongres atau pertemuan ilmiah di dalam dan luar negeri John selalu mengajak Amanda dan Werner.
Cobaan Terberat
Berbagai gelar, pangkat, dan jabatan singgah silih berganti tidak berarti John terbebas dari tekanan dan kesusahan. Dari sekian banyak kesulitan yang paling berat adalah ketika Illy didiagnosis menderita kanker. Saat itu John masih Wakil Ketua DPR/MPR RI.
Pindah Ke Jakarta
Kata Ibnu Sutowo
Ketika John ditugaskan di Jakarta sebagai Penasihan Direksi Pertamina, John berniat pindah ke Jakarta. Namun keluarga muda itu tidak punya rumah di Jakarta. Akhirnya John menghadap Direktur Pertamina, Letjen Prof. Dr. dr. Ibnu Sutowo untuk mengajukan permohonan menempati rumah dinas Pertamina. Karena gengsi meminta-minta, John menawarkan rumahnya di Bandung sebagai penukar. Ibnu Sutowo tergelak
“Ho ho ho…, kita banyak rumah di Bandung, John. Kalau mau gunakan rumah Pertamina di Jakarta, silahkan saja“
Akhirnya John menerima surat penunjukan menempati rumah dinas Pertamina di Jl. Prapanca Raya No. 28/29, Kebayoran Baru
Ketulusan Pak Sarwono
Suatu ketika Amanda sakit dan harus menjalani operasi. Karena tidak memiliki biaya untuk rumah sakit, John meminjam uang kepada Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo, Kepala LIPI sebesar sebulan gaji dan langsung diberi. Ketika pinjaman itu akan saya kembalikan Pak Sarwono mengatakan “tidak usah dikembalikan, kecuali kalau saya sudah tidak menghormati persaudaraan” John terharu oleh ketulusannya.
Dari Dirjen ke Dirjen
Dirjen Pertambangan Umum 1973-1984
Ketika Kabinet Pembangunan II dibentuk, Prof. Dr. Ir. Mohammad Sadli ditunjuk menjadi Menteri Pertambangan menggantikan Prof. Ir. Soemantri Brodjonegoro. Prof. Widjojo Nitisastro merekomendasikan John untuk membantu Pak Sadli sebagai Dirjen Pertambangan Umum.
Menjadi Dirjen? tanggung jawab itu berat sekali. Seorang ilmuwan tiba-tiba diangkat menjadi dirjen, mau tidak mau John harus mempelajari hukum, memahami teknis eksplorasi pertambangan dan membuat kebijakan.
Selain itu John juga harus belajar bagaimana harus bergaul dengan para penentu kebijakan, bagaimana mempengaruhi pikiran mereka sehingga lebih paham tentang kebumian.
Sebelum meninggalkan Departemen Pertambangan, John menemui para ilmuwan, pengawas dan para karyawan di Seksi Penyelidikan Gunung Merapi di Yogyakarta untuk berterima kasih karena sudah bekerja beyond the call of duty. John begitu terharu ketika menerima persembahan sajak dari kawan-kawannya. Pada bait terakhir, mereka menumpahkan perasaannya
Bapak yang baik
Kau telah curahkan jiwa raga dan pikiran
untuk nusa dan bangsa Indonesia
pula untuk kemajuan vulkanologi
Serasa ingin kami persembahkan
untukmu
Gunung Merapi berlapiskan emas
sebagai tanda terima kasih kami
kepadamu….
Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral 1984-1989
Selama John menjabat Dirjen banyak terjadi bencana alam seperti meletusnya Gunung Galunggung 1982, Gunung Colo 1983 dan Gunung Ranaka 22 Desember 1987 dan 11 Januari 1988. Presiden Soeharto berpesan ‘Saudara Katili harus selalu berada di tempat bencana. Saudara dapat menggunakan pesawat Angkatan Udara, Angkatan Darat, atau Angkatan Laut. Hubungi saja Marsekal Madya Kardono, Sekretaris Militer Presiden atau Laksamana Rudolf Kasenda, KSAL jika memerlukan pesawat‘
John mulai tertarik mendalami sumber daya alam dan kesejahteraan manusia sejak berdiskusi dengan Mohammad Hatta. Saat itu John menyerahkan buku Geologi karangannya bersama Prof. Peter Marks (ahli paleontologi).
Menghadap Soeharto
Pada akhir jabatannya sebagai sebagai Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral, John menghadap Presiden Soeharto. Pesan Soeharto;
“Tugas memang sudah selesai, tetapi bakti untuk negara tidak akan pernah selesai sampai kita wafat”
John kemudian ditunjuk menjadi Penasihan Menteri Pertambangan dan Energi, Marsdya Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita dan Menteri Riset dan Teknologi Prof. Dr. Ing Bacharuddin Jusuf Habibie.
Wakil Ketua DPR/MPR
Golkar
John tipe individu yang taat asas. Karena ketika pegawai negeri diwajibkan masuk Korps Pegawai Negeri RI (Kopri) dan dilarang berpolitik, John no problem. Ketika segenap komponen Kopri diharuskan memenangkan Golkar pada setiap pemilu, John menerimanya sebagai konsekuensi logis yang no problem.
Tahun 1987 dan 1992 John ditetapkan sebagai Juru Kampanye Nasional Partai Golkar (Jurkamnas) dan pada tahun 1992 berhasil melangkah ke Senayan bersama 281 orang anggota Golkar yang lain.
Jaketnya Bau Belerang
Berdasarkan cerita Prof. Ir. Indroyono Soesilo, Presiden Soeharto berkonsultasi dengan ayahnya, Jenderal Soesilo Soedarman (Menteri Pariwisata) untuk menjadikan John sebagai Wakil Ketua DPR/MPR RI bidang Kesejahteraan Rakyat periode 1992-1997.
Meski kehadiran John di kursi Wakil Ketua DPR/MPR RI sah sesuai dengan ketentuan dan mekanisme yang belaku, tak lalu berarti semua orang menerimanya dengan tangan terbuka, ada yang senang ada yang dengki.
Seorang politikus dengan menggunakan artikel utama media nasional melontarkan sinismenya:
” Untuk apa seorang ahli gempa dan ahli gunung berapi duduk di DPR/MPR! Emangnya di Senayan ada gempa? lagi pula jaketnya kan masih bau belerang…“
Illy sangat sedih ketika mendengar itu, John menyikapi pembunuh karakter tersebut dengan kepala dingin dan berujar “Orang tersebut lupa, yang menyelamatkan ratusan ribu jiwa warga Indonesia justru mereka yang jaketnya bau belerang“
Duta Besar RI untuk Republik Federasi Rusia
Selepas mengemban tugas sebagai Wakil Ketua DPR/MPR, akhirnya John bisa pulang ke rumahnya yaitu dunia pendidikan. John lebih menyukai penelitian, menulis buku, menyusun makalah dan menjadi pembicara kunci pada pertemuan ilmiah kebumian. Kalaupun harus menjadi Duta Besar, sebaiknya di negara kecil saja.
Setelah melihat keinginan John, Menteri Luar Negeri, Ali Alatas justru berpandangan lain. Melihat pengalaman dan penghargaan mancanegara yang diterima, John akan dicalonkan menjadi Duta Besar untuk Republik Federasi Rusia
11 Desember 1999 John tiba di Moscow dan 5 hari kemudian John diterima di Istana Kremlin oleh Presiden Boris Yeltsin.
Penghargaan
Pada hari ulang tahunnya ke-60, John tidak berhasil menyembunyikan rasa harunya. Hl tersebut terkait dengan penghormatan yang diberikan para koleganya di bidang kebumian. Tahun 1989 majalah organisasi profesi Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menerbitkan volume khusus: 60 tahun Prof. Dr. J.A. Katili dan kehadirannya disambut semarak. Publikasi seteba 635 halaman itu berisi 24 buah tulisan geolog dan geofis, para muridnya, kolega dan kawan dekatnya dari Indonesia serta mancanegara.
John bersama Prof. Mochtar Kusumaatmadja, Ir. Radinal Mochtar dan Jenderal Try Sutrisno mendapatkan penghargaan bintang Commandeur de l’orde National du Merite dari Pemerintah Prancis, penghargaan tersebut diberikan atas dasar reputasi yang menonjol.
Tahun 1994 Ratu Beatrix dari Kerajaan Belanda memberikan John penghargaan ilmiah kebumian tertinggi van Waterschoot van der gracht Medal dan bintang Commandeur in de Orde van Orange Nassau pada 23 Oktober 1995.
Pada tahun 1984 John bersama Prof. Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo, Prof. Achmad Baiquni dan Mr. Mohammad Roem (diwakilkan oleh istri, Markisah Dahlia) menerima penghargaan Bintang Mahaputera Utama. John juga mendapatkan Bintang Mahaputera Adipradana pada 1997
Tahun 1984 John juga mendapatkan gelar tertinggi oleh Pemangku Adat Gorontalo. John mendapatkan Ti Tinelo Lahuwa. Selain John, Prof. Dr. Ing Bacharuddin Jusuf Habibie juga mendapatkan gelar tertinggi Ti Tilango Mandala.
Kematian
John Ario Katili meninggal sekitar pukul 17:30, 19 Juni 2008 di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) akibat pembuluh darah di kakinya pecah. John dimakamkan di TMPN Utama Kalibata. Sampai jumpa Bapak Geologi Indonesia!
Leave a comment